Langsung ke konten utama

THERESIA DAN HARAPANNYA

Theresia berlatarbelakang pendidikan seni di Jurusan Seni Grafis Institut Seni Indonesia Yogyakarta, meneruskan kelas Magister di Penciptaan Seni Insitut Snei Indonesia Yogyakarta. Memiliki pengalaman berkesenian, tak hanya lingkupan lokal, nasional, bahkan sampai dibeberapa belahan dunia. Isu-isu yang pernah digarap dalam karyanya adalah menangkap rutinitas dan perkembangan tubuh anaknya dalam wilayah domestik, persoalan pengrusakan linkungan, dan religiusitas. Karya seni Theresia memang belum terlalu lama mengetengahkan persoalan religiusitas, konsep mendasar dan pembicaraan hal religius, berarti bicara tentang tema-tema yang bersumber dari Al Kitab. Walaupun masih tergolong baru, tetapi kompleksitas persoalan religi yang diketengahkan, menunjukkan karya ciptaan Tere memiliki latar belakang dan konsep yang matang. Religius ini muncul melalui Simbol-simbol yang bermuara pada harapan mendapatkan kehidupan yang tenteram dan damai. Harapan ini bukan tak mendasar, Tere yang memiliki latar belakang kehidupan religius, selalu berharap akan tercapainya suatu bentuk kehidupan yang lebih baik, nyaman dan tenteram bagi semua manusia. .....
Harapan dalam tataran luas menyangkut persoalan kedamaian dan ketentraman kehidupan segala makhluk hidup yang ada di alam ini. Pencerminan karya Tere, memberikan keseimbangan pada berbagai kehidupan yang ada. Isu yang dibawa adalah masalah kerusakan lingkungan dan penyelesaiannya, anarkisme kelompok radikal, dan beberapa problematika lainnya. Seharusnya manusia dalam tatanan makhluk hidup, memiliki rasa peduli, saling menghargai, termasuk menjaga perilaku dan perbuatan yang dapat merusak kelangsungan dan keharmonisan hubungan satu dengan lainnya. Konflik-konflik yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan wujud pemaksaan terhadap satu hak, memaksakan kehendak diatas pembelaan diri yang belum tentu berlandaskan kebenaran. Konflik ini dapat diselesaikan setelah pemahaman dan toleransi itu dipahami secara benar dan tak berlandaskan kepentingan kelompok atau pun rasa emosional saja. Setidaknya, inilah gagasan utama yang muncul dalam karya Tera pada Jogja Biennale XI 2011.
Kesibukan berkesenian yang sedang dilakukan oleh Tere saat ini, tak membuat ia melepaskan diri dari kehidupan sosial disekitarnya. Salah satu pararel event dalam Jogja Biennale XI yang di bawah koordinasi Tere adalah memberikan pelatihan menciptakan karya seni bagi golongan orang cacat. Suatu kerja besar yang dilakukan, dengan segala keterbatasan, terutama dalam hal pembiayaan. Konsep kegiatan ini adalah bagaimana memberi kesempatan yang sama bagi orang-orang cacat dalam wilayah umum, karena hak mereka juga sama seperti orang lain. Tere dan komunitas berkeseniannya, memberikan pelatihan bagi kelompok orang-orang cacat dibawah naungan Sekolah Luar Biasa Negeri Bantul 1. Tak hanya bidang seni rupa saja, tari, teater, dan beberapa jenis keterampilan lainnya akan diberikan dalam pelatihan tersebut. Hasil yang diharapkan adalah bagaimana membuat masyarakat mengerti dan peduli pada orang-orang yang kurang beruntung, tetapi bukan dalam bentuk iba dan kasihan saja. Bentuk empati terhadap kelompok difabel, akan memberikan dukungan bagi mereka untuk lebih mengasah dan mengembangkan potensi diri masing-masing.
Selain melakukan kegiatan berupa pelatihan, menurut Tere, ia bekerja sama dengan beberapa kelompok arsitektur untuk menciptakan sebuah struktur bangunan yang ramah dan tepat digunakan oleh orang-orang difabel. Karena, pada bangunan dan fasilitas umum, termasuk sekolah, rumah sakit, tempat ibadah yang sudah ada, kurang mendukung keberadaan orang-orang cacat. Tere dan komunitasnya mencoba membuat bangunan skala 1:1, yand tujuannya untuk fasilitas orang-orang difabel. Rencananya, akan dibuat tiga buah bangunan yang difungsikan untuk tempat pelatihan berkarya seni, ruang pamer, dan ruang pentas. Ketiga bangunan ini akan diperkenalkan pada khalayak umum dalam kegiatan Jogja Biennale XI, bertempat di Alun-alun Kidul Yogyakarta. Jika telah usai masa kegiatan, ketiga bangunan ini akan diserahkan kepada SLBN Bantul 1, yang digunakan untuk bahan percontohan bagi sekolah lain, baik di Yogyakarta, mau pun untuk tingkat nasional. .....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apresiasi dan Interpretasi Karya Seni

APRESIASI Feldman (1967) dan Smith (1967) mengelompokkan aktivitas apresiasi seni berdasarkan kepada proses persepsi dan intelektual melalui empat tahap, yaitu:  a. Menggambarkan  Mengamati hasil karya seni dan menggambarkan sifat-sifat yang terlihat, seperti: warna, garis, bentuk, rupa, tekstur, bidang, ruang, jalinan dan elemen-elemen gubahan yang termasuk sebagai prinsip dan struktur. Menggambarkan pada ranah lain dapat disebut sebagai mendeskripsikan tentang suatu bentuk atau tema dari sebuah gambar ekspresi. Menggambarkan dapat dilihat sebagai usaha untuk membaca hasil dari aktivitas anak-anak ketika menceritakan sesuatu kepada orang lain melalui karya seni.  b. Menganalisa  Menganalisa hubungan sifat-sifat tampak seperti unsur-unsur seni, prinsip, dan stuktur. Beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: menganalisa kualitas ekspresif, seperti: mood dan suasana; menguraikan gaya suatu karya. Beberapa bagian karya gambar ekspresi akan menampilkan r

KARAKTERISTIK KARYA SENI RUPA ANAK

KARAKTERISTIK KARYA SENI RUPA ANAK A. TIPOLOGI Tipologi merupakan gaya atau corak yang dapat diamati melalui hasil gambar anak. Menurut Herbert Read, gambar anak berdasarkan gayanya dibedakan menjadi 12 macam, yaitu: 1. Organic Berhubungan langsung dengan objek nyata, lebih suka obyek dalam kelompok daripada tersendiri, sudah mengenal proporsi dan hubungan organis yang wajar. Ciri khususnya hanya terdapat satu unsur. 2. Lyrical (Liris) menggambar obyek realistis tetapi tidak bergaris. Obyek yang digambarkan statis dengan warna yang tidak mencolok. 3. Impressionism Mementingkan detail yang dilihat dari obyek. Di dalam gambar ini lebih diutamakan kesan “suasana”. 4. Rhytmical Pattern (Pola Ritmis) Menggambar pengulangan dari satu obyek yang dilihat. Sifatnya bisa organis atau liris dan selalu mengikuti pola umum (realistis). 5. Struktural Form (Bentuk yang bersusun) Objek mengikuti rumus ilmu bangun yang diperkecil menjadi satu rumusan geometris.

KONSEP SENI Bagian Ke-2

Aspek Fisik, Isi, Estetik dan Nilai Seni jika dipandang dari segi bentuk dan dimensinya terdapat karya seni dengan dua dimensi dan tiga dimensi. a. Pada karya dua dimensi, suatu yang nampak datar juga mempunyai kesan-kesan volume, kedalaman dan ruang, namun hanya tipuan pandang semata. Karya seni dua dimensi disebut semi visual, karena diserap oleh indra penglihatan. b. Karya seni tiga dimensi disebut juga karya seni spasial , karena terdapat tiga dimensi yang harus benar-benar diperhatikan. Dalam seni tiga dimensi, pelaku seni melibatkan indra gerak dan raba. Pada dekade selanjutnya, para peneliti keindahan ,terutama di Jerman, menghimpun pola-pola melalui pemasangan komponen komponen sederhana, mengukur kompleksitas dan bagaimana sistematika pengaturannya, sehingga nilai keindahan sebuah objek dapat dinilai. Namun cara penyelidikan ini tidak sangat berhasil. Banyak seniman menemukan figur yang indah, sebagai pekerjaan Seni yang nyata, tetapi tidak harus/dapat dikai