Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2014

STRUKTUR RUANG PUBLIK:

ACARA JOGJA FASHION WEEK CARNIVAL DAN PAMERAN PAKAIAN COSPLAY DI YOGYAKARTA denijusmani@gmail.com Konsep ruang publik yang ideal tidak saja berbicara kepentingan golongan atau komunitas tertentu, tetapi lebih fokus pada wadah aktifitas sosial yang mewakili setiap pendatang atau penonton. Termasuk didalamnya adalah aktifitas seni dan budaya, walaupun konsep ruang publik masih dapat dikatakan abstrak untuk mewakili setiap individu sosial. Akan tetapi dengan adanya ruang publik, telah menciptakan ruang mediasi bagi segala macam bentuk komunikasi. Ruang mediasi ini dipandang penting, tidak saja dijadikan ranah promosi, lebih mendalam adalah untuk bertukar dan bersinerginya segala macam bentuk ideologi, kesenian, dan kebudayaan. Aktifitas seni semacam Jogja Fashion Week Carnival dan pagelaran pakaian cosplay pada ruang publik memberikan kesempatan bagi komunitas atau individu, untuk menjadikan aktifitas ini sebagai tontonan dan bagian seni publik. Seni publik ini tentu saja l

MELIPAT RUANG PAMER

MELIPAT  RUANG PAMER denijusmani@gmail.com Ruang publik tentu tidak sama dengan ruang digital, tetapi boleh jadi ia adalah ruang pamer. Tidak saja berbeda pada dimensi ruang, yang paling nyata adalah perbedaan kekuasaan dari kedua ruang itu sendiri. Kekuasaan tersebut dapat juga menjadi salah satu kelemahan, ketika dikaitkan dengan persoalan humanisasi dan interaksi sosial yang sesungguhnya. Kekuasaan ruang digital adalah bagaimana ruang ini mampu menjelajah secara luas, jauh, bahkan sampai pada ruang pribadi sekalipun. Idealisme ruang publik dan ruang digital menjadi indikator untuk membedakan, sekaligus menyamakan fungsi ruang itu sendiri. Ruang publik masih dapat dipilah-pilah setiap lapisan dan sekat ruang, sedangkan pada ruang digital tidak lagi bicara persoalan budaya tinggi dan rendah, amatir dan profesional, seperti pada ciri posmodern yang dikemukakan oleh Madan Sarup. Ruang digital merupakan wujud kekinian dan tidak bersifat alamiah, melainkan dibuat oleh kapitalisme glo

PAKAIAN COSPLAY YOGYAKARTA

Naskah ini dimuat pada Jurnal Panggung, Jurnal Ilmiah Seni dan Budaya, Volume 24 Nomor 1 Maret 2014.   PAKAIAN COSPLAY YOGYAKARTA: Bentuk Fantasi dan Ekspresi Desain Masa Kini denijusmani@gmail.com Abstract Costume, dress code, animation, comics, legends, and manga, are inseparable parts of the cosplay costume. Those parts give fantasy and digital world discourse through costume style. Its spiritual domain stands on Japanese culture by being cultured through clothing. One of them, cosplay ideology, reflects the self-imaging through social communities, as an effort for group and self-existence. Cosplay entity bridges fantasy and real world, presents designers’ expressions through the costume designs to show. This writing will be analyzed by using the main theories based on Dewitt H. Parker point of view, in The Principles of Aesthetics, which divides principles of aesthetics into three, they are: Principle of Organic Unity, Principle of Dominant Element, and Principle of