PERIHAL KREATIVITAS
denijusmani@gmail.com
Menurut Sumanto (2005:11) kreativitas seni rupa adalah kemampuan menemukan, menciptakan, membuat, merancang ulang dan memadukan sesuatu gagasan baru maupun lama menjadi kombinasi baru yang divisualkan ke dalam komposisi suatu karya seni rupa dengan didukung kemampuan terampil yang dimiliki.
Di dalam proses pembelajaran di sekolah, kreativitas merupakan salah satu aktivitas utama yang harus ditanamkan kepada siswa. Hal ini berarti, bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran dipengaruhi oleh bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Menurut Hamalik (2010:17), pembelajaran merupakan suatu kombinasi tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Lavrenteva, kreativitas itu demikian.
Creativity (from lat. creatio – creation; from English Creativity – “creative”, ability to creative activity) is a creative, innovative activity. Creativity (according to I.A.Lykova), is considered as a result of an initial internal inclusiveness of imagination mechanisms in various mental processes [2]. Creativity, by A. Maslou's definition, unites various spheres of the mental: activity, process, installation and personality. It is known that 40% of children under 6 years of potentially talented, however, the training, built on the basis of traditional didactics, sharply reduces their creativity [3]. But the main principle of art education in kindergarten is the principle of creativity and independence of children (Lavrenteva, 2014).
Kreativitas dapat dibicarakan sebagai suatu bentuk kebaruan, inovasi, dan ragam pemikiran anak-anak yang muncul pada karya seni lukis. Kreativitas merupakan wujud akhir dari hasil pengamatan yang telah dilakukan anak-anak, karena tanpa pengamatan, kreativitas tersebut nyaris tidak ada. Kreativitas dalam lukisan adalah dengan mencampurkan hasil pengamatan, sehingga menghasilkan bentuk visual yang baru. Visual baru tersebut tidak dilihat sebagai suatu karakteristik atau gaya, tetapi difokuskan pada pengamatan tema. Dengan demikian, kreativitas dapat bermakna kebaruan dalam hal ide, walaupun secara tampilan gaya tetap sama seperti sebelumnya.
Berdasarkan Lego Learning Institute, kekreatifan atau kreativitas terdiri atas beberapa tingkatan, yaitu: (1) kombinatorial, yaitu membuat bentuk baru yang mengagumkan dengan cara menggabungkan bentuk-bentuk produk sebelumnya; (2) eksploratif, yaitu menghasilkan ide dan artifak baru yang mencengangkan dengan mengembangkan wawasan baru; (3) transformasional, yaitu menghasilkan ide dan artifak baru yang mencengangkan dan bernilai mampu mengubah cara memandang dunia (dalam Salam, 2016:4-5).
Ide dan artifak baru dapat dilihat sebagai hasil pemikiran dan aktivitas yang dilakukan oleh seorang peserta didik. Anak-anak mempunyai sifat eksploratif yang tinggi, berjalan beriringan dengan perilaku meniru. Sifat eksploratif atau keingintahuan anak terhadap lingkungan sosial sebagai ruang berkomunikasi dengan orang sekitar, dapat memberikan pertumbuhan secara baik kepada penalaran, logika, dan perasaannya. Ruang kreativitas dan apresiasi dalam aktivitas berkesenian, memungkinkan anak dapat merespons setiap kejadian yang berlaku di sekitar kehidupan sosial, sehingga dapat memupuk kepedulian, moral, etika, dan rasa tanggung jawab.
Konsep-konsep pemikiran anak-anak sangat beraneka ragam, termasuk karya seni rupa yang dihasilkan. Perenungan atau aktivitas intuisi yang dilakukan, sebagai bagian dari respons terhadap lingkungan, akan menghasilkan karya seni rupa yang bervariatif. Secara umum dapat dikatakan bahwa karya seni rupa anak bersifat ekspresif dan dinamis (Kamaril, dkk, 1999). Apa yang digambarkan anak mencerminkan pernyataan pribadi, mengungkapkan apa yang diketahui, dan seringkali tidak menggambar sesuai dengan kenyataan. Kesukaan akan gerak digambarkan dengan warna tajam mencolok, serta objek-objek penuh gerak, seperti: binatang, orang, dan kendaraan. Aktivitas menggambar tidak sesuai dengan kenyataan tersebut, merupakan ungkapan ekspresi dari anak kepada orang lainnya. Ungkapan tersebut merupakan bagian dari perenungan anak, yang muncul dari akumulasi pengamatan masa lalu. Ketika berproses mencipta karya seni rupa, ingatan-ingatan masa lalu muncul secara beraturan dalam wujud sebuah karya seni rupa.
Kreativitas dapat dipengaruhi oleh bagaimana anak melihat, memandang, dan menganalisis objek, sehingga menghasilkan karya yang berbeda-beda. Menurut Pamadhi dan Sukardi (2008:26) jika dilihat dari sudut perkembangan tubuh, penglihatan anak adalah:
(1) Parsial, artinya anak masih belum dapat melihat secara jelas, bahwa bagian -bagian dari objek mempunyai hubungan satu dengan yang lain;
(2) Dipengaruhi egosentrisme, yaitu rasa keakuannya masih tinggi, sehingga yang diamati adalah sesuatu dari objek yang disenangi. Apa yang diamati anak hanya sebagian dari objek yang menarik perhatiannya;
(3) Gerak fisiologis tangan dan koordinasi dengan otak belum seimbang. Kadang pikiran anak telah mampu menjangkau bentuk objek secara rinci dan dianggap menarik perhatiannya, tetapi di sisi lain keterampilan untuk menyatakan objek belum dimiliki anak;
(4) Pikiran atau perasaan lebih cepat bertindak dari pada tangannya, sehingga anak menjadi kebingungan untuk menyatakan bentuk objek;
(5) Gaya anak mungkin berbeda dengan lain. Dalam perkembangan pikiran, gambaran yang telah terjadi sebelumnya, berubah menjadi persepsi. Persepsi ini kemudian berkembang terus menjadi dorongan bentuk objek dengan mengasosiasikan (menghubungkan dan menyamakan) dengan objek sebelumnya.
Faktor internal dan eksternal adalah sumber yang memberikan efek tertentu terhadap hasil pembelajaran anak terkait dengan kreativitas yang dimiliki. Dari kedua faktor tersebut dapat dibicarakan secara terperinci menjadi beberapa bagian, yang dipandang sebagai faktor pendukung dan penghambat perkembangan kreativitas anak-anak.
a. Faktor pendukung pengembangan kreativitas
Menurut Utami Munandar (1992), terdapat empat hal yang dapat diperhitungkan dalam pengembangan kreativitas, yaitu:
a) Memberikan rangsangan mental baik pada aspek kognitif maupun kepribadiannya serta suasana psikologi (psychological athmosphere). Perkembangan mental yang baik akan mendukung pertumbuhan kreativitas secara maksimal.
b) Menciptakan lingkungan kondusif yang akan memudahkan anak untuk mengakses apapun yang dilihatnya, dipegang, didengar, dan dimainkan untuk pengembangkan kreativitas. Kemampuan berimajinasi anak-anak dipengaruhi oleh apa yang diamati dari lingkungan sekitar. Sifat mendeskripsikan pada anak-anak melalui karya seni, akan didorong oleh situasi dan kondisi dengan latar belakang penciptaan yang beraneka ragam. Lingkungan yang kondusif mampu memberikan dorongan kreativitas secara baik, sehingga anak-anak mampu menarasikan lingkungan sekitar secara baik ke dalam karya seni rupa.
c) Peran serta guru dalam mengembangkan kreativitas, artinya ketika menginginkan anak-anak mejadi kreatif maka akan dibutuhkan guru yang kreatif dan mampu memberikan stimulus secara tepat.
d) Peran serta orang tua dalam mengembangkan kreativitas anak-anak.
b. Faktor penghambat kreativitas
Imam Musbikin (2006:13) menyebutkan beberapa faktor yang dapat menjadi penghambat bagi berkembangnya kreativitas, yaitu:
a) Tidak ada dorongan untuk bereksplorasi, tidak pernah merangsang anak dengan pertanyaan dan kurang membangkitkan rasa ingin tahu anak ternyata menghambat kreativitas.
b) Jadwal yang terlalu ketat. Ketika penjadwalan kegiatan anak terlalu padat, akan menghilangkan salah satu unsur dalam pengembangan kreativitas.
c) Terlalu menekankan “kebersamaan keluarga”. Anak membutuhkan waktu untuk mengembangkan kretivitas, sehingga diberikan waktu tertentu untuk sendiri.
d) Tidak boleh berkhayal. Berkhayal bagi anak-anak bukan kegiatan percuma, tetapi dapat dijadikan bagian untuk mengembangkan kretivitas dengan melakukan imajinasi. Orang tua berperang untuk mengarahkan dan mendampingi pendalaman imajinasi anak-anak.
e) Orang tua konservatif. Orang tua yang konservatif biasanya tidak berani menyimpang dari pola solusi lama. Orang tua model ini biasanya cepat khawatir dengan proses kreativitas anak yang umumnya berada di luar garis kebiasaan.
f) Terlalu protektif. Perlindungan yang berlebihan bagi anak akan menghilangkan kesempatan untuk bereksplorasi dalam cara baru atau cara berbeda.
g) Disiplin otoriter. Hal ini mengarah pada tidak bolehnya anak ‘menyimpang’ dari perilaku yang disetujui orang tua, mengakibatkan anak menjadi tidak kreatif.
h) Penyediaan alat bermain yang terlalu terstruktur. Alat permainan yang sangat terstruktur menghilangkan kesempatan anak melakukan bermain secara kreatif.
Pengembangan kreativitas dipandang penting bagi pertumbuhan anak-anak. Pengembangan kreativitas bagi anak, menurut Montolulu (2007:3, 5) dapat bertujuan untuk, yaitu:
a) Mengenalkan cara mengekspresikan diri melalui karya seni dengan menggunakan teknik-teknik yang dikuasainya.
b) Mengenalkan cara untuk menemukan alternatif pemecahan masalah.
c) Membuat anak memiliki sikap keterbukaan terhadap berbagai pengalaman dengan tingkat kelenturan dan toleransi yang tinggi terhadap ketidakpastian.
d) Membuat anak memiliki kepuasaan diri terhadap apa yang dilakukannya dan menghargai hasil karya orang lain.
e) Membuat anak kreatif, lancar mengemukakan gagasan, orisinil dalam pemikiran, mampu mengelaborasi gagasan, ulet, sabar dan gigih dalam menghadapi rintangan/situasi tertentu.
*Mohon mencantumkan tautan dari Blog ini, jika akan menggunakan tulisan ini untuk keperluan apapun. Terima kasih.
Komentar
Posting Komentar